Selasa, 14 Februari 2023

Berdasarkan Pengalaman, Jangan Pernah Katakan Ini ke Si Demam Panggung, Kasih Tahu Tipsnya Aja

Berdasarkan Pengalaman, Jangan Pernah Katakan Ini ke Si Demam Panggung, Kasih Tahu Tipsnya Aja

 

“Yak, Ananda Wahyu Widyaningrum silakan maju ke depan,” kata MC ke arah audiens.

Suara seantero balai desa riuh rendah. Rangorang melongok ke sana ke mari tapi tak ada yang maju.



“Peserta selanjutnya, Wahyu Widyaningrum, silakan,” kata MC sekali lagi.

Aku, yang merasa tidak terpanggil cuek saja duduk manis di bagian peserta lomba. Selanjutnya Bu Sri, guruku TK, yang tadi sibuk bersama guru lain, bergegas mendekat memanggilku.

“Yuk, ayo maju!” Serunya gusar.

Lhah, itu memanggilku? Wakakak!

Tahu nggak sih dulu zaman kecil nggak ngeh nama panjang sendiri. Nama yang kuketahui ya nama panggilan. Mana mudeng aku dengan nama panjang yang ternyata beda jauh dengan nama panggilanku. Wadalah.

Akhirnya tergopoh-gopoh aku naik tangga menuju panggung yang saat itu rasanya luassss sekali. Terdapat 4 dewan juri di bagian kiri aku berdiri. Di depan sana, penonton memadati ruangan sampai luber ke luar balai desa.

Mendadak, dengkulku gemetar, mulut terkatup, wajah langsung kutundukkan sedalam-dalamnya. Jiwa raga sekuat tenaga kukuatkan kaki yang mendadak lunglai berasa tanpa tulang.

Pingin nangis rasanya melihat banyaknya penonton memenuhi ruangan. Kenapa aku di atas panggung? Aku lomba apa sih? Aku lupa mau ngapain.

Padahal bu guru sudah mengajariku sebulan sebelumnya, naik panggung terus bicara menyapa dewan juri, dilanjutkan menyanyi.

Ah ya aku ikut lomba nyanyi, mewakili TK, di balai desa yang saat aku kecil, rasanya gedung megah dan besar sekali. Waktu itu usiaku sekitar 5 tahunan.

“Ya silakan Ananda Wahyu,” suara MC mengudara, memaksaku kembali ke dunia nyata.

Aku tergeragap. Bu guru terlihat cemas di depan panggung sambil entah berkata apa, tak kudengar apapun. Telingaku berdengung. Terbata, berusaha mengingat apa yang harus kulakukan dan kukatakan.

“Se… selamat siang bapak ibu de… wan juri, sa..sa ya akan….”

Suaraku lirih di depan mikrofon, tenggorokan terasa tercekik, nyaris tak terdengar. Bibir gemetar, tangan kaki semakin tak karuan lemasnya.

Keringat dingin mengucur tanpa ampun. Dres rempel yang dibelikan ibu kemarin sudah basah oleh keringat.

4 dewan juri di samping kiriku tersenyum.

“Langsung nyanyi saja,” kata salah satunya. Aku mengangguk. Nyanyi apa, aku lupa. Akhirnya aku ingat sedikit, bagian depannya.

“Oh Amelia gadis cilik lincah nian…” Nada datar, bukan nyanyi tapi seolah membaca.

Aku lupa, menatap cemas ke guruku. Mulut bu guru mangap-mangap entah apa yang dikatakannya.

Semakin melihat ke penonton, kepanikan memuncak. Bu guru semakin cemas, tapi tak mampu berbuat apa-apa. Tuhan, kalau saja ahli sulap, aku mau lenyap saat itu juga, rutukku.

“Diulang boleh.” Seorang dewan juri berkata melihatku diam.

Baiklah kuulang.

“Oh Amelia…”

Aku semakin lupa, otakku tak mampu mengingat apapun seperti saat latihan.

Sebelum manggung wkwkwk


Panggung hening seolah berduka, semua menatapku, menungguku. Panik, degup jantung semakin membabi buta. Ibuuu…. Aku hanya ingin dipeluk ibu.

“Ya sudah, langsung Gambang Suling, ya,” kata seorang dewan juri sabar.

Tuhanku, aku lupa Gampang Suling lagu yang kayak gimana. Sebulan latihan kenapa berantakan begini? Sekarang kuingat latihan dua lagu itu, Oh Amelia dan Gambang Suling, lengkap dengan gayanya. Namun, tak ada satupun yang kuingat saat di panggung nan luasnya kayak lapangan sepak bola ini.

Akhirnya setelah beberapa saat, aku diam saja semakin menunduk. Pastinya, tampangku melas nggak karuan antara pingin nangis atau mau ambruk pingsan. Terdengar bisik-bisik dewan juri. Akhirnya…

“Boleh kembali ke tempat, ya,” kata dewan juri, dilanjutkaan MC yang entah ngomong apa.

Dan legalah aku turun panggung, menemui bu guruku yang tersenyum langsung  memelukku. Eh aku nggak kena marah!

“Yuk beli es thung thung,” katanya lembut. Es thung thung itu sejenis es krim ala kampung zaman dulu yang lezatnya tak terkira.

Ajakan yang membuatku menganggukkan kepala, tak jadi menangis. Kemudian langsung digandeng bu guru ke depan balai desa.

Di sana banyak penjual jajanan dan bu guru menarikku ke gerobak penjual es thung. Dibelikannya 2 es dengan wadah bentuk caping. Aku menikmatinya, lupa pada demam panggung dan kegagalan total di panggung barusan.

Padahal saat beranjak besar kemudian, aku yakin bu guru merutukiku dalam hati. Murid andalannya cuma bengong doang di atas panggung *emoji koprol*

 

Kelindan Demam Panggung Masa Lalu

Selama menempuh pendidikan kuhindari namanya bicara di depan umum kecuali rame-rame. Jika sendirian, biasanya untuk lomba yang tidak perlu cuap-cuap di panggung.

Kupilih yang simpel dan menyenangkan saja, lomba menulis, menggambar, mengarang, karya tulis, bikin puisi, kaligrafi dan sejenisnya. Tentunya sangat membahagiakan karena semua sesuai minat dan passionku dari jabang bayik.

Karyaku


Namun, seperti berkelindan, 2 bulanan setelah lulus aku diterima kerja jadi MT (management trainee) sebuah PT. Elektronik dan Furnitur terbesar di Yogyakarta. Lalu masuk divisi trainer. Ya amplop, nasib banget tapi tetap lanjut lagipula sudah kadung teken kontrak.

Kujalani pelatihan dengan sungguh-sungguh. Lulus pelatihan audiens pertamaku adalah sales. Masih aman sulaeman, mengisi materi apapun aku sanggup.

Kemudian masuk ke level pramuniaga dan supervisor. Santuy, aku sukses memberi materi visi misi perusahaan, product knowledge, trik menarik konsumen dan cara meraup omzet hingga target de el el.

Selanjutnya mengisi materi product knowledge untuk divisi survey. Divisi yang isinya cowok semua. Jelas kutolak mentah-mentah tawaran dari manajemen. Mana aku sanggup? Belum-belum, panik, grogi dan kenangan masa lalu berbaris di depan mata.

Namun, apalah daya, pekerjaan tetaplah pekerjaan. Huhuhu, wes membayangkan bakal pucat pasi di depan rangorang sebanyak itu, di sebuah gedung super duper besar Yogya.

“Wes toh anggap aja batu!” kaya Fian, temanku satu divisi saat kuutarakan ketakutan, ketegangan dan ketidaksiapanku.

Mbahmu, ga semudah itu Bro,” sahutku kesal. Fian hanya ngakak melihatku semakin panik, bukannya menenangkan, hadehhh.

Ketika akhirnya aku mengisi materi, kuanggap gagal, garing kering kerontang dan nggak greget. Itulah pembelajaran dan kegagalan kedua terbesar yang pernah kulakoni.

 

Menulis VS Bicara di Depan Umum, Waktu Mengubah Segalanya

Akhirnya waktu merubah semuanya. Bertahan hanya 2 tahun ngantor, aku out. Hingga kutekuni hobi menulis, salah satunya ngeblog dan gabung ke kumunitas blogger Gandjel Rel.

Beberapa dokumentasi kasih materi menulis cernak dan ngeblog,
 banyak yang kutulis di blog


Selain itu nulis buku, artikel dan lain sebagainya. Suatu jalan tak mudah di awal, curam penuh kelokan. Ujung-ujungnya membuatku beberapa kali mengisi acara kepenulisan baik online atau offline.

Untuk online sih tidak masalah, lancar jaya tak ada hambatan. Saat offline jelaslah aku cuap-cuap mengisi materi yang memang sudah menjadi keseharian pekerjaanku.

Saat ngomong di depan umum, 5 menit pertama adalah kegalauan luar biasa. Selanjutnya, asal menguasai materi dengan baik, 90% insyaallah akan berjalan lancar.

Meskipun menulis adalah pekerjaanku sehari-hari, belajar materi sebelum tampil di depan umum adalah suatu keharusan. Bagaimanapun juga menulis adalah pilihan dan saat harus bicara di depan umum, itu adalah rangkaian dari menulis itu sendiri.

Mau suka nggak suka ya gimana ya, hidup kadang harus mencoba peran baru, hallah…

 

Swear, Jangan Katakan Ini ke Si Demam Panggung, Udah Basi!

Dari beberapa pengalaman ngomong di depan umum, ada beberapa  kata-kata yang sebaiknya tidak dikatakan pada si demam panggung. Sudah basi, dan itu nggak realistis, sedikit absurd versiku.



1. Menganggap Audiens Batu

Inilah yang mengesalkan. Jujur, aku nggak pernah bisa menganggap audiens batu, sumpah. Mau digimanain juga, audiens adalah orang loh, bukan batu, buka demit juga.

2. Menganggap Tak Ada Orang

Ini lebih parah lagi, mau dibilang apapun aku nggak pernah bisa menganggap tidak ada audiens. Lha wong namanya juga mengisi materi, tentu ada audiens-nya, kan? Kalau diminta hanya ‘menganggap tidak ada’ itu sulit sekali.

3. Hallah Gampang

Jan, sengit aku kalau ada yang bilang ngomong di depan umum itu gampang. Gampang itu buat yang sudah berani dari sononya.

Namun, tidak semua orang mampu melakukannya dengan baik. Bahkan ada yang sampai keluar keringat, kuping berdengung hingga pingsan di panggung saking paniknya.

4. Nyuruh Fokus

Bayangkan, yang namanya grogi dan demam panggung, menapak panggung saja ketakutan. Bagaimana bisa fokus? Mau fokus dari mana coba? Mustahil yang mustahal kan walau tak ada yang mustahil?

5. Sama-Sama Manusia, Kenapa takut?

Lha memangnya audiens adalah dedemit? Ya memang sama-sama manusia, tapi ketakutan, kepanikan dan grogi itu tidak bisa dihilangkan begitu saja Esmeralda!

6. Kan Wes Latihan, Kudune Iso

Kan sudah latihan harusnya bisa. Harusnya versimu, bukan versiku. Latihan ya latihan, realitanya tak sesuai ekspektasi. Swear

Nah, ada yang pernah dinasehati dengan kata-kata di atas? Walau mengesalkan, nggak perlu marah, kudu sabar seluas samudra.

Sebaiknya kalau tidak pandai menasehati lebih baik diam. Atau, bisa pula memikirkan cara terbaik yang realistis, misalnya dengan kata-kata: banyak-banyak doa ya. Itu lebih menentramkan.

Nah, untuk mengatasinya, berdasarkan pengalaman juga, aku punya tips ampuh. Bisa dicoba jika grogi bicara di depan umum.

 

Tips Anti Grogi Anti Demam Panggung Saat Bicara di Depan Umum Versiku

Ini tips yang aku praktekkan berdasar pengalaman pribadi dan manjur. Mau coba?

Tips anti grogi saat bicara di depan umum


1. Menguasai Materi

Menguasai materi adalah hal utama saat akan bicara atau memaparkan materi di depan umum. Sebagai MC, sebagai pemateri nulis atau yang lainnya tetap kuasai dengan baik. Hal ini akan lebih menyamankan dan mengurangi rasa grogi yang muncul.

2. Mengetahui Audiens

Jangan lupa menanyakan ke panitia siapa audiensnya. Audiens anak-anak dan orang dewasa tentu isi materi berbeda meskipun temanya sama. Jangan sampai tidak tahu audiensnya siapa ya, bisa fatal akibatnya.

3. Menyiapkan Ice Breaking

Biasanya panitia sudah menyiapkannya tapi seringnya aku sudah memikirkan ice breaking apa yang paling tepat saat mengisi materi kepenulisan. Walaupun untuk ice breaking ini aku nggak begitu canggih dan kurang kreatif, tetap sudah kusiapkan dengan baik.

4. Jaga Kesehatan Suara dengan Minum Kencur

Kesehatan sebagai pemateri adalah hal utama. Apalagi mengisi materi dalam beberapa sesi sekaligus. Tenggorokan bisa ‘gerok’ atau serak karena terlalu banyak ngomong.

Untuk menyiasatinya, aku terbiasa minum atau mengunyah kencur. Rasanya ‘sengir’ aneh gimana gitu, tapi tenggorokan jadi bersih dan nyaman walaupun ngomong dalam jangka waktu lama sekaligus.

5. Membuat Catatan Kecil

Tidak semua kita ingat akan materi yang akan dipaparkan. Meskipun ada slide yang membantu, tetap kubuat catatan kecil tentang poin materinya. Jika malas, tulis dengan singkat di HP untuk mempermudah ingatan.

6. Kenakan Outfit yang Paling Bikin Pede

Percaya diri saat ngomong di depan umum itu super penting, salah satunya dengan mengenakan outfit yang paling bikin pede. Kalau aku sih, lebih simpel pakai kaos dan celana panjang plus outer atau kemeja flanel.

7. Datang Lebih Awal

Tepat waktu akan menenangkan pikiran dan mengurangi rasa grogi. Untuk itu usahakan datang ke tempat minimal setengah jam sebelumnya. Jika ada kendala teknis bisa diperbaiki segera dan mampu menekan kepanikan karena mengetahui medan.

8. Perbanyak Jam Terbang 

Dan jam terbang itu sungguh penting. Walau hafal semua materi dan siap sedia tapi kalau jarang di depan umum, akan terlihat kaku, kecuali memang benar-benar berbakat.

Untuk itu jika ada kesempatan perbanyak jam terbang bicara di depan umum. Contoh latihan emak-emak kayak aku, memberi laporan kas keuangan saat rapat RT, sederhana dan simpel.

9. Bismillah

Doa dengan bismillah dan Al Fatehah adalah inti dari hakikat bicara di depan umum.

Itulah yang kulakukan dan sangat mampu menekan demam panggung serta grogi yang ada. Mau coba, silakan.

 

Faktor Penunjang Agar Bicara di Depan Umum Lebih Greget

Setelah mengetahui tips ampuh versiku, ada faktor penunjang agar ngomong di depan umum makin greget. Kepo nggak, sih? Yuk cekidot.

Faktor penunjang yang penting saat bicara di depan umum


1. Musik Kece di Awal

Musik bisa bikin acara bicara di depan umum istimewa lho karena mengurangi grogi saat awal tampil. Sebelumnya bilang ke panitia untuk memutarkan lagu yang mengena atau sesuai materi.

Misalnya saja lagu Laskar Pelangi-nya Nidji, It’s My Life Bon Jovi atau apapun yang bikin audiens nggak ngantuk dan greget menikmati isi materi dan pamaterinya, eaa…

2. Kuis di Awal, Tengah atau Akhir

Berikan kuis simpel yang menarik audiens untuk terus fokus di acara. Kuis iseng saja yang fun dan sesuai dengan materi. Kalau bisa yang bikin tertawa ngakak dan unik.

3. Kasih Doorprize

Kasih doorprize adalah cara mudah agar kita tidak dianggap pelit wkwkwk. Jujur, doorprize adalah penunjang menarik saat sebagai pemateri. Isinya yang simpel saja tak perlu mahal-mahal. Bisa buku, coklat bahkan pasta gigi, yang pasti bermanfaat.

Untuk sekali sesi, bisanya aku siapkan 3 bungkus doorprize. Kadangkala aku kerjasama dengan panitianya langsung.

4. Adakan Lomba Posting ke Media Sosial

Penunjang agar ngomong di depan umum semakin kece berikutnya dengan mengadakan lomba posting acara ke media sosial. Ini akan bikin audiens lebih fokus dan mengambil angle terbaik saat kita bicara memaparkan materi.

Tentunya kasih hadiah spesial dong, misalnya voucher makan gratis atau saldo e-wallet. Walaupun mengeluarkan modal, itu greget banget. Kayak kali ini nih aku sedang ikutan lomba #GandjelRel di ultah yang ke #GR8Tahun.

5. Interaksi dengan Audiens

Saat blank, nggak ada ide mau ngomong apa, interaksi dengan audiens begitu penting. Bener loh, ini adalah faktor ampuh selain menekan grogi, juga membuat audiens tidak ngantuk.

Faktor penunjang tersebut kadang tak terpikirkan, padahal penting dan mampu  menekan demam panggung saat bicara di depan umum. Kenapa? Karena santai dan suasana cair banget sehingga pikiran segar dan rasa grogi hilang perlahan tapi pasti.

 

Menulis VS Bicara di Depan Umum Intinya adalah…

Intinya adalah semua bisa dilakukan dan berjalan beriringan. Asalkan hepi saja. Dan buat yang suka kasih nasehat gaje, ingat ya, jangan katakan hal menyebalkan terkesan konyol dan absurd ke si demam panggung, hihihi.

Selain menyesatkan, kadang malah bikin kesal. Lebih baik, kasih tahu tips sakti yang ampuh saja, sepakat kan?

 

Baca Juga: 

Benarkah Nulis Menghasilkan Uang?

Ngeblog Ben Ra Ngganjel

Literasi Viral Media Sosial


0 komentar:

Posting Komentar