Kamis, 20 Oktober 2016

Si Black Cup



Si Black Cup

Black Cup, no way!
Hai, Sob…
Ini tentang sebuah kisah, di masa lalu.

“Kemungkinan kita akan dapetin piala hitam, Yu,” kata bosku tanpa tedeng aling-aling. “Dan showroom kita bakal malu!” sambungnya lagi. Kejadian itu terjadi belasan tahun yang lalu, saat aku masih kerja kantoran, dan masih kuingat sampai sekarang. Piala hitam, aku sering menyebutnya si black cup!

Plak! Seperti ditampar rasanya. Oh no! piala hitam, Sob. Gimana sih rasanya dapat si black cup? Nggak mau, kan? Piala itu khusus untuk showroom dengan omset terendah dalam sebuah wilayah. Dan sampai hari ke 20 di bulan itu omset showroom-ku itu-itu saja. Grafiknya lurus. Sedangkan cabang lain sudah mulai melonjak. Memang banyak sekali konsumen yang order. Tapi hasil surveynya no, no and no!

Statusku sebagai trainer yang bertanggung jawab penuh atas pramuniaga dan sales. Aku punya andil besar dalam menaikkan omset. Omset jeblog, tak hanya bosku saja yang kena sindiran big bos. Tapi akulah biang keladinya. Artinya, aku tidak mampu memotivasi mereka, tak bisa mendampingi mereka untuk mendapatkan orderan dari konsumen. Tak mampu mengoptimalkan orderan mereka sampai barang ke pemesan.

Masih ada waktu 10 hari. Uh, 10 hari! waktu yang terlalu sempit untuk mengejar omset penjualan. Kupelajari data omset cabang lain. Wow, omset mereka sudah jauh di atas showroom-ku. Tapi aku tak boleh menyerah. Daripada di akhir bulan dapat si black cup?

Piala itu berbentuk burung dengan cat warna hitam semua. Akan didedikasikan (ups!) jelas pada kepala showroom dan cabang dengan omset terendah pada bulan itu. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kami karena omset yang amburadul. Tak masalah memang, setiap bulan selalu ada yang mendapat piala ini. Tak mungkin kan setiap cabang omsetnya tertinggi. Ada tertinggi, pasti ada yang terendah.

Kumulai kerja cepat bersama bos. Kinerja showroom kumaksimalkan dengan sistem promo door to door dari beberapa pelanggan yang sudah datang ke showroom. Untuk sales, aku masuk beberapa warnet. Untunglah, masih ada seorang sales lapangan yang masih bisa diandalkan. Dengan rayuannya sebagai sales yang mumpuni, kudampingi dia sampai titik darah penghabisan. Hehehe…

Hosh  hosh hosh, alhamdulillah dapat pesanan 10 komputer untuk sebuah warnet yang sedang berkembang. Tinggal menunggu survey, layak tidak untuk kredit.  Selama survey tak memenuhi syarat yang berlaku, perusahaan tak bakal mau tahu. Dan benarlah dugaanku, survey tidak memberikan acc. Uhuks… uhuks…

Menyerah itu picik. Dalam kekalutan yang teramat sangat, doa malam adalah hal terbaik yang kulakukan. Tenangkan pikiran dan focus. Allah mendengar doaku, pagi hari saat masih tidur pules di kost, sales jagoanku itu telpon. Ia mendapat orderan beberapa TV dan kulkas dalam semalam. Total omset kuhitung mencapai seratusan juta rupiah. Aku langsung melompat dari tempat tidurku!

Ternyata, salesku ini juga tak pantang menyerah, malam hari menjelajahi lereng merapi menawarkan barang yang ada di perusahaan kami. Hasilnya? Sungguh dahsyat. Hari itu juga aku follow up satu-persatu. Sangat bersemangat! Sesekali, bayangan si black cup masih berkelebat dalam otakku.

Untungnya yang mengorder para juragan salak. Kemungkinan besar survey akan meng-acc. Yes! sehari sebelum akhir bulan, semua orderan dari salesku itu acc semua. Barang di gudang juga ready, jadi tak ada alasan tak ada barang. Semua siap! Omset melonjak tinggi. Nomor dua dibanding sebuah cabang lain.

Tepat akhir bulan, semua barang berhasil dikirim. Syukurlah pramuniaga showroom tak kalah semangatnya. Beberapa penjualan menambah omset. Dan tepat tanggal 1 bulan berikutnya, data penjualanku berada di puncak klasemen, eh penjualan.

Bahagia, pasti, tapi yang membuatku merinding horror dan mbrebes mili, bapak dari salesku yang luar biasa tersebut datang ke kantor. Mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya padaku. Bahwa anaknya bisa mencari uang dan dapat beberapa hadiah. Secara salesku itu dari sebuah desa nan pelosok di Gunung Kidul, Yogyakarta. Dia jadi kebanggan kampungnya. Wow!

Ya, karena salesku tersebut menyabet sales dengan penjualan tertinggi. Berhak mendapatkan beberapa hadiah dari perusahaan, berupa TV dan DVD dan uang pembinaan. Kerja yang sangat luar biasa. Kusalami Bapak salesku itu dengan sangat hormat. Aku yang waktu itu sudah hampir 2 bulan tak pulang ke rumah, jadi teringat bapak dan ibu di rumah.

Bukan hanya pencapaian sales yang mebuatku terharu, tapi cara orang tua tersebut berterima kasih padaku. Sungguh momen yang tak mungkin kulupa. Yang tak bisa kuhindari, aku selalu menitikkan air mata setiap ingat hal itu. Termasuk saat menulis kisah ini.

#Buat Mbak Irawati Hamid, salam kenal dan santun dariku. Semoga dengan give away iini makin banyak pertemanan juga link-nya. Blognya sudah keren dan apik. Penasaran? Bisa langsung meluncur di sini  www.irawatihamid.com Makin konsisten juga nulisnya. Sukses ya.

Tulisan ini diikutkan dalam Irawati Hamid First Giveaway “Momen yang Paling Berkesan & Tak Terlupakan”


16 komentar:

  1. ya ampuun mba... jadi ikut merasa senang dan bangga, apalagi ada sales yg begitu berdedikasi. Sudah seharusnya memang mendapatkan penghargaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Aku tetep nangis kalau ingat cara bapak sales tersebut berterimakasih padaku :)

      Hapus
  2. Wahh perjuangan.yg luar biasaahh.. salut
    Memang hasil takkan nengkhianati usaha y mbak. Semangatt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho oh Mbak Rind. Semangatna masih kuingat sampai sekarang.

      Hapus
  3. wah tulisan nspirasi buat giveaway ya teh.
    kira-kira aku boleh ikutan ga yah ..
    Hadiahnya apa yah ehem ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cek langsung ke blogna Khairul leon. Itu udah ku link ke Mbak Irawati Hamid :)

      Hapus
  4. PErjuangan banget itu ya mbak. Syukurlah bisa menaikkan omzet penjualannya. Seneng kalo liat orang lain juga seneng, kayak bapak itu tadi. hhee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, iya mbak. Senengnya nggak bisa diungkap pakai kata2 hehehe...

      Hapus
  5. Okay merinding bacanya Mba Wahyu, sungguh perjuangan yg dahsyat ya

    BalasHapus
  6. Wah...ikut mrebes mili...bukti kalau semangat itu bisa ditularkan ke yang lain..kerja tim yang patut diapresiasi..pantang menyerah, semangat sampai akhir...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak sapti. Kalo inget masih sering mbrebes mili dewe hehehe...

      Hapus
  7. wah ceritanya bikin terharu ya mbak..ada toh piala spt itu?bisa bermata dua ya, bikin kita down atau bikin kita semangat lagi.untungnya terus langsung semangat ya mbak gudluck ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho oh Mbak. Bener2 bermata dua. Untunglah showroomku belum pernah dapat sampai aku keluar :)

      Hapus
  8. saat ini saya bekerja di bidang pembiayaan Mba, dan hampir sama seperti yang Mba wahyu rasakan, kantor kami pun hampir setiap bulan berkejar-kejaran dengan target. Membaca kisah Mba Wahyu saya seolah bercermin loh, hihihi :)

    terimakasih sudah berpartisipasi di GA saya yah Mba :*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup Mbak, omset is number one. Orang lain tak mau tahu, tapi kita harus bisa!

      Masama Mbak Ira :)

      Hapus