Senin, 20 November 2023

Kisah Nyata: Serbuan Kawanan Tawon Gung di Puncak Gunung Nglanggeran, Cek Cara Mengatasinya

Kisah Nyata:

Serbuan Kawanan Tawon Gung di Puncak Gunung Nglanggeran, Cek Cara Mengatasinya

 

Kisah ini merupakan true story dan memberi pengalaman luar biasa. Ada kengerian, ketakutan, kepanikan sekaligus memberi pesan bahwa alam tidak bisa diprediksi.

 

Tulisan lanjutan dari kisah sebelumnya pendakian Gunung Nglanggeran.

Akhirnya karena suara jejeritan semakin membahana, Mas Condro meninggalkan tas dan HP lalu bersama Coco lari mendekat ke puncak berniat memberi pertolongan.

Dari tempatku berdiri sekitar 30 meteran dari puncak, kulihat mas Dodo turun dari tangga sambil minta tolong.

Kepanikan melanda, ditimpali suara Mbak Chusnul, Mita dan Miska yang tak karuan menjeritnya.



Saat itu Mas Jemex, Nyonya dan Mas Budi sedang melihat-lihat suasana sekitar agak jauh dari tempatku berdiri. Terdapat gazebo di situ dan entahlah pokoknya pas kejadian, ketiganya sudah tak terlihat dari pantauan mataku.

Sedangkan aku, Mbak Erna dan bocil berdiri mematung bingung.

“Menjauh, menjauh, berpencar!” Di antara teriakan minta tolong, Mas Dodo teriak ke kami supaya menjauh.

Menjauh dan Berpencar

Sedangkan Coco berlari mendekat sambil teriak.

“Menjauh, menjauh, Ayu pake mantel, semua yang bawa mantel, pake!” Teriaknya sambil membuka tas ransel dan melempar beberapa mantel ke arahku dan Mbak Erna yang masih bingung bin bengong.

Menggigil, kukeluarkan mantel dari tas dan memakainya tak karuan, entah mana kepala, mana tangan, pokoknya menutup tubuh.

“Cil, pakai mantel, cepat, menjauh, berpencar!” Teriakku ke bocil yang juga bingung padahal aku sendiri nggak tahu sebenarnya ada apa sih kok disuruh pakai mantel dan menjauh.

Mbak Erna juga gegas memakai mantel, dan next baru cerita kalau yang dipakai mantel celana doang, buat nutupin kepalanya. Soalnya ambil sembarangan langsung pakai.

Aku dan bocil duduk agak jauhan tapi bocil masih terlihat dari pantauan mataku. Kami berdua pakai mantel tipis seharga 8000-an sehingga dari dalam mantel aku bisa lihat sekeliling.

Tubuhku setengah duduk, setengah mau rebahan, jadi nahan tubuh ini susahnya minta ampun.

“Menjauh, berpencar, menjauh, pake mantel, tutup muka, lindungi muka!”

Teriakan mas Dodo dan Coco memberi instruksi bergantian dan terus menerus. Suara lari-larian jejeritan gilak bikin aku makin panik.

NGUNG, NGUNG NGUNG! Tawon Gung Menyerang

Innalillahi, tawon! Barulah aku sadar kalau ada tawon menyerang. Jumlahnya nggak tanggung-tanggung, ribuan! Buanyaknya, sampai telingaku seolah berdenging.



Datangnya tawon, dan next kutahu jenis tawonnya adalah tawon gung. Seiring datangnya seseorang berlarian sambil menjerit.

Ternyata Mita lari melingkar nggak karuan melewati aku dan bocil sambil menghindar tawon yang menyerang tubuh, terutama muka. Padahal di depan bocil itu lereng, agak curam, aku hanya bisa berdoa.

NGUNG NGUNG NGUNG…

Suara dengungan semakin keras, aku semakin meringkuk terdiam di dalam mantel yang kecil.

“Diam, jangan gerak. Mita tenang, mikir cara ngatasin Mita, tengkurap, tenang, lindungin muka!” Teriakan mas Dodo di antara dengungan tawon yang luar biasa keras saking banyaknya.

Di luar itu masih banyak teriakan yang entahlah aku hanya berdoa, dengungan tawon yang luar tambah bikin kalut.

Saat Mita lari menjauh dengungan sekitarku berkurang.

“Mbak,” suara Mbak Erna terdengar dari belakang.

“Iya,” sahutku.

“Ibuk, masuk satu!” kudengar bocil teriak sambil menggerakkan seluruh tubuhnya. Hah?

“Diam, diam, tenang!” teriakku panik. “Banyakin doa.” Huhuhu…

NGUNG NGUNG NGUNG!

Aku semakin mengeratkan mantel, tubuh nekuk tak karuan, mau tengkurap tak bisa.

Bikin Api

Suasana masih panik ketika kudengar suara Mas Dodo dan Coco saling bersahutan entah di luar sana.

Asap, kita bikin asap, api, perapian, ranting.”

“Kumpulin daun, korek, cepetan.”

Mulailah kesibukan di luar sana. Next diceritain Coco sempat pake mantel jadi aman dari serangan dan nyalain api sambil tengkurap. Di bawah Mas Dodo tengkurap juga mencoba menghalau serangan tawon yang nggak ada habisnya.

Untunglah hari itu terang benderang dan banyak dedaunan kering sehingga tak berapa lama, asap mengepul.

Suara berdengung melambat.

“Mita, Miska, mendekat ke api!”

“Ayu, aman?”

“Aman,” sahutku.

“Mbak Erna?”

“Aman,” jawab Mbak Erna.

“Bocil?”

“Aman!” jawab bocil.

“Hazel?”

“Aman,” jawab Hazel berasa jauh entah dimana dia.

“Condro?” Hening.

Setiap gerak sedikit, suara dengungan mendekat. Jadi takut, akhirnya aku pilih anteng.

“Mbak, Mas Condro dimana?” Tanyaku dari dalam mantel.

“Ora reti, mbak, mau nulungi bojone Mas Dodo, mbuh saiki neng ndi. HP tas iki tak krukup,” jawab Mbak Erna.

Aku hanya mikir, ini harus ada yang minta tolong ke bawah soalnya kita lagi di puncak, hanya mikir doang sih, huhuhu. Sedikit saja salah strategi, tawon bisa menyerang lagi. Entah dimana keberadaan Mas Jemex, nyonyae, Mas Budi dan Mas Condro.

Mas Condro ini yang tadi kulihat langsung nolong Mbak Chusnul.

Ketakutan merajam, tapi suara dengungan semakin berkurang. Teriakan Mbak Chusnul, Mita dan Miska juga sudah tak terdengar.

Angin begitu keras datang menggoncangkan ranting dan daun jatuh kena mantelku. Aku hanya bernafas panjang dan tambahin doa.

Padahal, di puncak hanya ada rombongan kami. Tadi tidak ketemu pendaki lain soalnya sudah pada turun duluan.

Suasana hening, hanya terdengar suara kecil Mas Dodo dan Coco. Entah berapa lama kami terdiam, nggak berani bergerak sedikitpun.

“Nanti ada ibu-ibu bawa salep, lagi lari ke atas,” teriak mas dodo. Mungkin sudah bisa buka HP atau gimana.

Menunggu dalam kepanikan dan ketakutan memang sama sekali tidak mengenakkan. Namun, apalah daya?

Seorang Ibu, Salep dan Pertolongan Awal

Akhirnya, datang suara orang lari. Terdengar suara seorang ibu dengan nafas terengah.

“Mana yang kena, Mas, Mbak, yang mana?” Teriaknya sambil mendekat ke api. Pas datang nolong sangat safety dengan mantel krukup dan hanya terlihat matanya doang, inipun aku diceritain kemudian.

“Mbaknya kena banyak sekali, pake salep ini, Mbak, Mas, masnya pake, itu mata bibir kena semua,” katanya.

Alhamdulillah, ada penolong datang, batinku tapi masih anteng. Cuma mbatin, kok ibu-ibu, seorang diri pula?

“Ada yang bawa HP nggak aku hubungi bawah,” suara ibu itu kembali terdengar.

Mbak Erna kasih HP masih dengan krukupan dan ngasih ke ibu tersebut, tapi tak ada sinyal dan pulsa habis.

Duh, aku jadi bingung, sinyal memang kadang penuh kadang nggak. Suasana masih hening dan entah apa yang terjadi di luar sana.

Pertolongan Tim Nglanggeran, Gercep

Tiba-tiba muncul suara gedebak gedebuk orang berlarian.

“Mana yang kena? Maaf saya semprot, maaf,” kata masnya sangat sopan dan cepat.

Lalu, suara langkah-langkah lain berlarian mendekat. Mulai menyemprot kami dengan Baygon atau sejenisnya. Satu persatu mulai dari mantel yang kupakai, tak ada yang terlewat. Huhuhu, aku pingin nangis, bahagia akhirnya ada yang datang nolongin.

“Mas, saya udah aman nih keluar mantel?” tanyaku.

“Insyaallah aman, Mbak,” jawab si mas sambil bantu melepaskan mantel.

“Beneran?” Duh, masih panik dakuw.

“Insyaallah, Mbak, buka saja, pelan-pelan.”

Aku membuka pelan, setiap aku buka mantel, masnya langsung nyemprot hingga seluruh tubuh.

Tujuan utama ke bocil, ya Allah, alhamdulillah nggak kenapa-kenapa.

“Tawonnya nggigit?” tanyaku memeluknya yang dijawab gelengan kepala dan disemprot seluruh tubuh.

Kulihat Mbak Erna dan yang lain juga disemprot. Ada penolong dari pihak pengelola datang dengan sat set, gercep dan cekatan. Menolong kami yang diserang kawanan tawon gung.

Tim pengelola Gunung Nglanggeran sekaligus yang nolong kami ini pakai seragam kembaran.

Semua ngumpul jadi satu. Aku, bocil, Mbak Erna, Mbak Chusnul, Mita, Miska, Hazel, Mas Dodo dan Coco.

“Masih ada lagi nggak?”

“Lengkap,” jawab kami hampir bersamaan. Alhamdulillah.

“Ini langsung turun?” tanyaku masih takut ada serangan lagi.

“Kuat, kan?”

“Iya mas, tapi pelan, ya, dengkulku pernah cidera,” sahutku.

“Nggak papa, Mbak, nanti sama saya,” kata mas penolong dengan sabar.

Alhamdulillah.

Evakuasi

Akhirnya semua lanjut langsung turun ke bawah. Untunglah, kita masih kuat jalan dan tidak ada yang sampai pingsan. Tim penolong juga langsung datang berbondong-bondong tentunya sambil terengah-engah, lha wong lari dari bawah.

Ya Allah, padahal jauh dan medannya juga nggak mudah loh, sambil bawa ranting dan semprotan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.

Kulihat Mas Dodo dan Mbak Chusnul yang paling parah bentol semua wajahnya kena sengatan tawon. Pas jalan turun ini Mas Dodo berkali-kali minta minum, haus banget katanya.

Kita dievakuasi langsung turun ke bawah didampingi relawan sekaligus tim pengelola. Entahlah berapa jumlahnya, tiap titik tertentu sudah ada yang siaga siap menolong. Maturnuwun ya teman-teman.

Sampai di titik berapa lupa, Mas Budi sama adik kecil gabung. Anak kecil ini anak seorang ibu yang lari ke atas kasih bantuan pertolongan awal kasih salep ke teman-temanku. Ya Allah, heroik banget!

Sedangkan anaknya dititipkan Mas Budi, yang rencana mau turun minta bantuan ke bawah. Maturnuwun ibu…

Lanjut jalan lagi ketemu Mas Jemex yang mau ikutan naik lagi sudah bawa ranting lengkap di tangan. Pelari yang satu ini memang deh, nggak ada capeknya.

Kampung Pitu, Kampung yang Hanya Dihuni 7 Keluarga

Evakuasi berjalan lancar sampai akhirnya kami tiba di bawah yaitu Kampung Pitu sekitar pukul 2 siang. Di sini langsung disambut pihak pengelola dan seorang bapak pemilik rumah yang sudah menyediakan teh panas untuk rombongan.

Tawon gung, yang nyasar di mantel Mbak Erna, sampai kebawa pulang
(Foto by Erna/Condro)


Di rumah warga inilah barulah ketemu sama Mas Condro yang sudah parah wajahnya dan nyonyae Mas Jemex yang aman tak terkena sengatan sama sekali (tapi ternyata kena sengatan 1 tawon).

Kronologi dari Mas Jemex, nggak sempat ngobrol lama soalnya orangnya keburu balik


Cerita Mas Condro, dia nolong Mbak Chusnul yang dirubung ribuan tawon menggunakan ranting bagian ujungnya ada dedaunan. Saat nolong malah tawon langsung menyerang dia, larilah dia ke bawah.

Cerita Mas Jemex


Sedangkan Mbak Chusnul, saking banyaknya tawon merubung, bisanya teriak dan nggak bisa lari ke bawah. Agar aman tidak tersesat, ya di situ sambil mencoba menghalau tawon yang semakin lama tambah banyak.

Balik ke Mas Condro, sepanjang jalanan, dirubung tawon, sampai masuk ke dedaunan pohon jambu mete, dan pepohonan apa lagi gitu sepanjang jalan. Setiap ada orang, teriak agar turun minta tolong ke bawah bilang teman-temannya di puncak diserbu tawon.

Sampai nggak ngeh kalau dia minta tolongnya sama Mas Budi, Mas Jemex dan istri, karena dirubung tawon (yang sedang lari ke bawah mau minta bantuan).

Hingga akhirnya ketemu tim penolong dan disemprot. Eh, sampai bawah, masih saja ada tawon yang ngikutin loh.

Untunglah ada pendaki lain yang tahu kalau rombonganku diserang tawon, ngabari pihak pengelola. Akhirnya kita cepat dapat bantuan dan pertolongan.

Tim pengelola juga sudah menyediakan kendaraan untuk yang terkena serangan tawon diminta menuju klinik agar ditangani dan diobati lebih lanjut. Istirahat tak begitu lama, yang tersengat tawon paling parah, Mas Dodo, Mas Condro, Mbak Cusnul, Mita dan Miska langsung menuju klinik.

Tersengatnya nggak cuma satu dua tapi ratusan ya seluruh tubuh guys. Paling banyak bagian muka dan tangan.

Sedangkan kami masih istirahat di Kampung Pitu yang penuh kisah juga lhoh dusunnya. Pitu adalah bahasa Jawa yang artinya tujuh.

Kampung ini hanya dihuni 7 keluarga dan memang istimewa sekali. Banyak kisah dibaliknya yang memang menarik untuk disimak.

Akhirnya kita balik ke basecamp dan sore hari nyusul ke klinik. Mas Condro lumayan lemas dan muntah beberapa kali. Sedangkan Mas Dodo, Mbak Chusnul, Mita dan Miska aman, mereka balik ke basecamp.

Aku nungguin di klinik bersama bocil, Mas Budi dan Coco. Sedangkan Mas Jemex dan istri otw balik Muntilan karena ada acara lain.

Karena semakin lemas, Mas Condro akhirnya diinfus dan alhamdulillah semakin membaik.

Dan, ternyata Mas Dodo cs ini di basement mulai muntah dan ke belakang berkalai-kali. Akhirnya balik lagi ke klinik diantar sama tim pengelola dan dikasih obat serta infus supaya tidak lemas.

Pihak Pengelola Gunung Nglanggeran yang Sat Set, Maturnuwun

Menjelang tengah malam, semua berangsur membaik. Tim atau pihak pengelola Gunung Nglanggeran benar-benar peduli sekali dengan rombongan pendakian kami.

Semuanya dilayani dengan sangat baik dan ditunggui untuk memastikan kami mendapatkan penanganan terbaik, salut!

Semua berjaga-jaga bergantian, sangat sat set kalau ada apa-apa langsung siap sedia membantu. Makasih ya orang-orang baik pihak pengelola dan tim dari Gunung Ngglanggeran. Angkat topi buat panjenengan semua, maturnuwun sanget!

Selain itu, datang pula Om Hargo dan Om Lilik anak mapala juga yang sigap membantu keperluan kami di klinik. Om Harga langsung mencarikan degan atau kelapa muda di kebunnya, menek sendiri pula dan dibladogi Om Lilik.

Makasih Om Hargo dan Om Lilik, makasih banget.

Ya, begitulah kisahnya, dan berakhir bukan ngecamp di Pantai Siung tetapi di klinik, hihihi. Tenda, makanan dan logistik hanya dibawa-bawa doang.



Alhamdulillah, pagi hari semua sudah sehat dan kita otw ke tempat Om Hargo. Pindah ngecamp di sana.

Misteri Elang Jawa

Dibalik kisah serbuan tawon gung, ada misteri elang jawa. Jadi Nyonya Jemex ini saat menjauh dari rombongan (sesaat sebelum serangan) melihat burung besar yang bagus sekali melintas, mau difoto katanya tapi tidak jadi.

Elang jawa atau biasa disebut dengan bido. Nah, biasanya kemunculan elang untuk mengacak-acak atau mengganggu rumah tawon.

Tawon marah dong, sedangkan elang melarikan diri melintas para pendaki. Tawon akhirnya menyerang yang dilintasi burung elang arah para pendaki. Ndilalah rombonganku yang terkena serangan.

Tersengat Tawon Gung, Ini yang Dirasakan

Tawon gung memiliki sifat pendendam. Jika sudah menyengat orang, maka akan terus dikejar. Ini kayak Mas Condro yang dikejar terus sampai bawah, sampai akhirnya disemprot Baygon.

Tawon gung panjangnya kurang dari 2 cm (Foto by Mbak Erna)


Adapun yang dirasakan saat disengat tawon gung dari cerita teman-teman antara lain:

1. Nyeri dan Panas

Bagian tubuh yang terkena sengatan terasa nyeri dan panas.

2. Haus Tiada Tara

Sesaat setelah disengat, rasa haus tiada tara. Pokoknya tenggorokan terasa sangat kering dan pingin minum terus.

3. Bentol-Bentol dan bengkak

Kemudian muncul bentol-bentol. Selain bentol bisa juga bengkak dan ada gatalnya dikit.

4. Mual dan Muntah

Perut mulai tak nyaman dan kadang muncul mual. Mual yang tak tertahankan akhirnya muntah.

5. Diare

Perut yang masih terasa kurang nyaman berujung diare.

Itulah yang dirasakan seperti yang terjadi sama teman-temanku.

Mengatasi Serangan Tawon Gung di Puncak

Jika membaca dengan runut tulisanku ini mungkin sudah bisa menyimpulkan saat terkena serangan tawon. Ini yang bisa dilakukan saat di puncak gunung:

1. Berpencar dan Menjauh

Usahakan berpencar dan saling menjauh supaya tidak terserang semuanya karena kalau kamu nolong temanmu dengan alat seadanya malah ganti diserang.

2. Membuat Api

Tawon takut api dan asap, maka dari itu usahakan membuat api dengan kertas, ranting atau dedaunan kering.

3. Memakai Mantel

Yang namanya naik gunung tentu perlengkapan lengkap dan mantel adalah pelindung saat hujan atau dingin. Mantel segera dikenakan untuk melindungi tubuh.

4. Tenang dan Cari Bantuan

Dan, intinya tetap tenang, bisa berpikir jernih dan tentu saja cari pertolongan karena sulit untuk menolong teman yang lainnya.

5. Berdoa

Apapun yang terjadi, Allah adalah sebaik-baiknya penolong. Jadi sepanjang kejadian aku hanya bisa berdoa semoga tawon pergi dan bantuan datang.

Sudah banyak banget tulisanku, 2300 kata lebih. Eh, yang mau nambah bisa tulis di kolom komentar, ya. Itu hanya berdasar kejadian saja.

Sekian dulu kisahnya. Semoga dapat memberi wawasan dan pembelajaran. And... next time dapat mendaki dan berpetualang lagi ke Gunung Nglanggeran.

Sehat-sehat buat teman-teman semua dan Tim Nglanggeran. Salam!

Bahwa manusia hanya merencanakan dan penentunya adalah Sang Pencipta. Banyak orang-orang baik yang menyertai, maturnuwun, maturnuwun dan maturnuwun…


Baca Juga:

Pendakian Bantir Hills, Sumowono

Berpetualang di Goa Rong View

Di Puncak I'mpelgading Homeland

Ayunan Langit Gumuk Reco Sepakung


13 komentar:

  1. CerZing : Cerita Amazing 🇲🇨 Yezz You

    BalasHapus
  2. Tak terlupakan,kayak di film kartun dioyak tawon

    BalasHapus
  3. Sharing pengalaman yang berguna bang
    Semogga penulis dan yg lainya sudah pulih seperti sedia kala
    Silahkan berkunjung kembali bang

    BalasHapus
  4. Ya Allah bacanya sampai deg degan. Mungkin kalau saya ikut, saya bakal nangis ga tau harus gimana. Alhamdulilah semua akhirnya aman yang mbak, kadang ngga tau kalau ada hal hal serupa. Jadi klo muncak bawa baygon, salep juga perlu yaa..

    BalasHapus
  5. Serem banget ya kalau tersengat. Ga kebayang deh kalau kena banyak

    BalasHapus
  6. MasyaAllah mbaaa....aku bacanya sambil ikut deg2an. Duh ..sungguh pengalaman yg mengerikan (menurutku).. hiks...

    BalasHapus
  7. Subhanallah mbaaa, almarhum bapakku pernah disengat tawon di kepala sampe gliyengan dan dibawa ke puskesmas karena rasanya sakit sekali katanya. Dan katanya disengat tawon itu bisa menyebabkan orang yang disengat bisa meninggal ya

    BalasHapus
  8. Kok jadi deg-degan ya baca postingan ini. Tawonnya sampai ada yang terbawa pulang. Aku lihat satu tawon aja takut, Mbak.

    BalasHapus
  9. Kok jadi deg-degan ya baca postingan ini. Tawonnya sampai ada yang terbawa pulang. Aku lihat satu tawon aja takut, Mbak.

    BalasHapus
  10. Kesian sekali sih Mas Condro sampai dihajar tawon gung gitu hiks... gimanaaa itu rasanya ya muka dan tubuh sampai tersengat ratusan tawon. Gara2 si elang nih yang ngacak2 sarang tawon, malah pendaki yang kena akibatnya.

    BalasHapus
  11. Yang aku kira 'sepele' karena dirumah ibuku juga banyak tawon, ternyata mengerikan juga. Bacanya sambil miris miris perih gitu, mana kebawa lagi. Ternyata emang bener ada kejadian yg separah itu ya.

    BalasHapus
  12. Mbaaa gede banget tawonnya, ngeri ya yang mau ke sana jadi dredeg kih dan kudu siap amunisi yang aman.

    BalasHapus
  13. Ya Allah, seram banget bacanya Alhamdulillah selamat ya mba dan warga desanya juga baik banget menolong dengan sigap

    BalasHapus