Selasa, 15 Agustus 2017

Sahabat, dari Gempa Sampai Copet di Perempatan Jakal



Sahabat, dari Gempa Sampai Copet di Perempatan Jakal

Dear, Sob…

Kemarin dibuat terharu oleh salah satu postingan sahabat di wall facebook. Tak sanggup juga untuk menulis secara lengkap. Walau share dan digarisbawahi kata-kata yang makin bikin terharu, mendadak aku kangen dengannya. Berteman tanpa berkompetisi, bergaul tanpa ingin terlihat unggul…


Setiap mudik lebaran, selalu kusempatkan untuk mampir ke rumahnya di Pati, Jawa Tengah. Kami bisa ngakak nggak ada habisnya mengenang kenangan lama yang tak mungkin terlupa.

Kami kenal karena sama-sama kost di Swakarya depan Fakultas Kehutanan UGM. Aku sudah kerja kantoran dan si Yani, dia masih menyusun skripsi di Jur. Arkeologi UGM. Anaknya pendiam dan super alim. Bertolak belakang denganku yang yak-yak an. Hobi juga bertolak belakang sekali.

Tapi nggak tahu juga kenapa kami jadi akrab. Tidur juga sering pindahan kamar. Walaupun sekamar kami sama-sama dua orang, hihihi.
^^^

Beberapa kejadian di Yogyakarta yang masih sering bikin kita gerr bareng waktu ada gempa. Lupa tepatnya tahun kapan. Yah, Yogya memang sering banget gempa.

Kami tidur sekamar waktu itu. Sebelum subuh kurasakan tubuh bergerak tak terarah, kepala ngliyeng.

“Astagfirullah! Ya Allah, Yan, gempa!” Teriakku setengah sadar sambil menggoyangkan tubuhnya dengan panik.

Kucoba turun dari tempat tidur walau susah banget karena goncangan gempa semakin keras. Yani kuseret meski masih terlelap. Dia nggak sadar kalau ada gempa. Kaca di dinding yang kupigura dan lampu jelas terombang-ambing dengan kerasnya.

“Opo Mbak, ono opo?” Ya ampun, Yani tetep aja nggak sadar-sadar.
“Gempa, Yan!”
“Hah! Gempa, ya Allah!”

Aku terus mencoba keluar kamar sambil narik Yani. Yani mulai sadar sambil ndremimil baca doa-doa nggak jelas. Dia masih sempat nyaut jilbabnya. Aku keluar kamar dengan pedenya hanya dengan celana pendek dan kaus ketat.

Kami berdua lari sambil teriak dan menggedor kamar-kamar lain yang kulalui, sebagian ada yang sudah sadar. Suasana kacau semua lari keluar kost.

Di luar masih gelap gulita, tapi ramai karena kost sebelah ada beberapa juga yang keluar rumah. Terasa aman, kami masuk lagi ke dalam. 
Sampai sekarang kami ingat banget kejadian gempa tersebut. Duh, ngeri-ngeri gimana, takut juga, Alhamdulillah, kami masih diberi keselamatan.
^^^

Ada lagi yang bikin ngakak.
Konon ^hihihi tiap Ahad habis subuh kami lari pagi ke Grha Sabha Pramana UGM. Di sana ada senam rame-rame dan pasar tiban/sunmor.

Waktu jalan sampai perempatan Jakal (Jl. Kaliurang), ada seorang cowok ganteng. Penampakan sih seperti anak kuliahan biasa, mahasiswa tulen. Tapi, di tangannya ada jaket yang dicanthel di tangan. Tas selempang dengan mata jelalatan.

Ih… ingatanku langsung ke para pencopet. Yalah, aku biasa naik bus ekonomi kemana saja. Ciri-ciri pencopet hapal banget. Dari yang berombongan sampai individual. Mulai dari tas selempang, jaket dicantel di tangan untuk menutupi saat nyopet, juga tas besar yang dipakai buat nutupin juga plus tempat dompet hasil nyopet.

Bahkan perjalanan dari Solo-Yogya pernah ada loh 8 pencopet naik bus yang kutumpangi. Hikss… kalau inget ngeri banget. Untung selamat sampai tujuan. Tapi ku lihat dengan mata kepala sendiri mereka beraksi tanpa ampun. Mepet depan samping kanan kiri hingga korban benar-benar tak berkutik.

Kembali ke perempatan Jakal itu ya, Sob. Nah gegera otakku ingetnya copet, langsung kusenggol Yani.

“Yan, ssttt, itu copet!” kataku berbisik.
“Hah?” Yani memelototiku. Matanya penuh nista memandangku. Pasti dia nggak suka aku bersuudhon sama orang di jalan kayak gini. Kenal juga kagak.
“Ciri-cirinya ada di dia semua, Yan. Tuh, lihat matanya juga,” kataku penuh selidik.

Hihihi, walah pokoknya efek dari cerita detektif dan misteri yang sering kubaca. Yani hanya melongo heran, nggak yakin dengan kesimpulanku.
“Ih, Mbak, moso dah bisa nebak itu copet?”
“LIhat penampilannya, rapi, rajin persis ala mahasiswa. Tapi tasnya, jaket di tangan itu dan matanya. Mata tuh nggak bisa dibohongi,” ujarku yakin.
“Matanya kenapa, Mbak?”
Yani masih deh nggak paham. Huh!
"Jelalatan!”

Yani manggut-manggut. Kami saling pandang. Akhirnya kami berjalan melipir cepat setengah berlari melewati cowok itu.

Pas noleh ke belakang, tuh kan, si cowok naik bus sambil dempet-dempetin tubuhnya ke penumpang yang pas turun. Nah kan, kan… apa gue bilang?
^^^

Nggak hanya itu Sob, si Yani ini suka memandangku penuh nista aja kalau aku pulang dini hari. Padahal lembur ^hallah lembbur apaan juga… Tapi tetap saja dengan baik hati bukain pintu kost yang telah terkunci.

Selain itu, aku yang orangnya sering terburu-buru sering lupa nutup pintu garasi kost. Dia juga yang ngecekkin pintu garasi.

Salutnya, si Yani nih pernah menasehatiku ini itu walau dulu jiyah.. hidupku nggak beraturan sama sekali. Sukanya keluyuran hingga subuh. Hidup benar-benar semau gue. Hihihi…
^^^
Saat Yani pindah kost mau nikah, aku minta kaos hitam dari fakultasnya. Tulisannya cukup sederhana ARKEOLOGI aja. Tapi entahlah, itu kaos hilang dimana. Padahal aku suka banget loh. Hiks, gelo banget rasane..

Sekarang, di tiap pertemuan kami, walau 2 tahun atau setahun sekali, kami bisa ngakak bareng mengingat hal-hal konyol yang kadang aneh juga kurasa.
^^^
Ah, bersahabat tak harus menggurui, berkawan tak musti berkompetisi,
berteman tak harus saling mengungguli…

#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

10 komentar:

  1. Sukaa sama quote akhirnya, Mbakk.

    Emang bener ya. Dimana-mana kalau udah klop sama sahabat itu sulit ilangnya. Bawaanya kangeeen.

    BalasHapus
  2. Duh jadi keinget ama sahabatku juga pas ngampus di bogor mb, dulu aku juga suka lari bareng muter kampus pas minggu pagi, pulange njajan basreng

    BalasHapus
  3. Banyak kenang-kenangan yang di lalui saat masih bersama yani ya Mbak @Wahyu., aku jadi senyum2 sendiri baca cerita ini.

    BalasHapus
  4. Suka quotenya Mbak..Sayang sekali kok sekarang saya nggak nyambung lagi sama sahabat lama ya..Ataukah karena jarak telah membuat pemisahnya, entahlah..

    BalasHapus
  5. Pati nya mana mbak?
    Last quote, kereeen

    BalasHapus
  6. Semoga sampai kapan pun kita semua termasuk yang menjaga silaturahmi baik dengan orang2 terbaik di lingkungan kita.

    Aamiin...

    Btw, aku juga jadi keingetan room-mateku.
    Namanya juga sama, mbak Yani.
    Untung mbak Widya njelasin kampus dan kota asalnya, jadi yakin kalo beda orang..Hehehehe

    BalasHapus
  7. Bersyukurlah bagi siapa saja yang memiliki teman sejati.
    Teman sejati tidak akan pernah mati, mereka tetap hidup di dalam hati.

    BalasHapus
  8. Gempa 2006 kah mba..? Yang korbannya banyak..
    Aku wktu itu lg hamil anak pertama. Ketakutan juga krn ada isu tsunami

    BalasHapus